Sunday, 7 March 2010

RUMAH ALLAH


Masjid atau mushala adalah rumah Allah di bumi. Menjadikannya suci dan bermanfaat untuk manusia adalah tanggungjawab manusia itu juga.

Membangun rumah Allah adalah suatu kewajibaN kolektif umat Islam. Karena tempat tersebut dalam sejarah Islam klasik, terutama di zaman Nabi SAW, merupakan sarana umum umat. Tempat segala aktivitas direncanakan dan dilaksanakan. Dari yang sifatnya pribadi maupun untuk kepentingan bersama, seperti shalat, sarana pendidikan, tempat musyawarah, melakukan koordinasi dan konsolidasi, semuanya lengkap dan tersalurkan secara positif.

Hanya saja dalam merencanakan pembangunan sarana ibadah tersebut, perlu dipertimbangkan ajaran Islam tentang keseimbangan dan keselarasan. Dimana pembangunan tersebut janganlah dibuat dengan bermewah-mewahan dan berlebihan, tapi jangan pula dibuat sangat memprihatinkan hingga merusak kekhusuan dalam beribadah.

TEMPAT IBADAH YANG TERLALU WAH
Dari berbagai hadist disebutkan bahwa Allah melarang kita bermewah-mewahan, termasuk dalam menghias Masjid. Kemewahan Masjid adalah salah satu tanda dari dekatnya kiamat.
Aksi Rasululah SAW, saat pertama hijrah ke Madinah ialah membangun Masjid. Dindingnya dari tanah liat, tiangnya batang kurma, lantainya pasir dan atapnya pelepah kurma. Apakah karena kondisi ekonomi masih prihatin?.

Ternyata tidak. Dalam kitab Dalail Al Nubuwwah, Al Baihaqi meriwayatkan dari Ubadah ibn Shamit bahwa kaum Anshar mengumpulkan harta dan mendatangi Rasulullah SAW. Mereka berkata, "wahai Rasulullah, bangunlah masjid dan hiasilah seindah-indahnya dengan harta yang kami bawa ini.
Sampai kapan kita harus salat di bawah pelepah kurma?"

Beliau menjawab, "Aku mau seperti Saudaraku Nabi Musa AS. Masjidku cukup seperti gubuk tempat berteduh beliau AS." Dijelaskan bahwa Ukuran gubuk Nabi Musa AS sedemikian rendahnya sehingga bila Rasululah SAW, mengangkat tangannya maka atapnya tersentuh.

Kisah ini menegaskan bahwa kesederhanaan arsitektur Masjid Nabawi yang asli di Madinah bukanlah karena kurang biaya. Tetapi memang disengaja oleh Rasulullah SAW untuk diteladani umat Islam.
Sangat ironis bahwa justru masjid Nabawi di Madinah saat ini dibangun super mewah dan sangat boros energi. Saking mahalnya, pintu dikunci setiap jam 10 malam karena takut ada pencuri perhiasan emas murni di dalamnya.
Dan anehnya kita iku berbangga untuk hal yang dikecam oleh Rasululaah SAW itu. Alasan klasiknya ialah demi syiar Islam, bangunan masjid harus lebih megah dari bangunan sekitarnya, bahkan nyohor untuk lebih mewah dari gereja dan kuil.

JANGAN PULA TERLALU MEREMEHKAN
Berikut adalah kutipan langsung dari tulisan Cak Nun, tentang betapa sedihnya beliau menghadapi arsitektur budaya modern yang meremehkan rumah Allah, dalam bukunya, Puasa Itu Puasa:
"...Apakah kesadaran dan pergaulan kita dengan Allah itu merupakan sesuatu yang engkau biarkan berlangsung alamiah, ataukah perlu engkau terjemahkan ke dalam rancangan-¬rancangan budaya? Termasuk di sini, berapa watt-kah kapasitas kesadaran dan pergaulan kita dengan Allah SWT?
Itulah sebabnya, di bagian buku ini aku bercerita hotel. Pada suatu senja, bersama sejumlah kawan aku mencari mushala di sebuah hotel besar internasional di Jakarta. Kami hendak magriban bareng menjelang menghadiri pembukaan Pameran lukisan Kaligrafi di hotel tersebut.
Kami berjalan menerobos bagian¬bagian bawah dari hotel itu. Kami melewati lorong-lorong panjang dan berliku-liku. Akhirnya tiba di mushola yang terletak sangat di pojok dan tersembunyi. Kalau sendiri, tak bias kujamin akau akan bias menemukannya.

Seusai shalat, aku hendak berdo'a macam-macam, yang mendadak yang bersuara dalam hatiku adalah keluhan, dan kuucapkan itu perlahan-lahan. "Ya Allah Kekaksihku, apakah Engkau merasa sepi? Engkau disembunyikan di sini, di pojok bawah. Engkau bukan sesuatu yang penting bagi rancangan dan konsep hotel yang mewah ini. Engkau tidak primer. Engkau tidak nomer satu.
Engkau tidak disediakan tempat di etalase terpenting dari performance hotel ini.
Ketika para arsitek membangun tempat ini, tak ada alokasi atau ingatan tentang¬-Mu, barangkali."
"Rumah atau mushala-Mu ini tampaknya juga tidak sejak semula dibangun sebagai mushala. Rumah-Mu ini hanya sekedar sebuah ruangan yang dipaksakan untuk dipakai sebagai tempat shalat, karena kebetulan banyak karyawan hotel ini yang beragama Islam. Ya Allah, apakah engkau merasa kesepian? Tidak. Aku tahu engkau tidak kesepian.
Engkau tidak hanya bersemayam di mushala ini. Engkau bias aku jumpai dimanapun. Aku bisa menghadap-Mu di bagian manapun dari hotel itu."
"Tetapi yang aku tangiskan adalah kenapa engkau begitu tidak dianggap penting, bahkan mungkin dianggap tidak ada, oleh mereka yang membangun dan menikmati gedung-gedung di muka bumi-Mu. Padahal tanah ini tanah-Mu. Material apapun yang dipakai untuk membangun hotel ini adalah milik-Mu.
Juga semuanya, apa saja dan siapa saja yang menghuni dan berlalu lalang di gedung ini, adalah semata-mata Engkau yang ciptakan dan engkau yang menganugrahkan kepada mereka segala jenis rizqi dan kekayaan-Mu..."
Mungkin aku agak sentimental dengan keluhan semacam ini. Semestinya aku juga bisa berpikir bahwa kultur hotel-hotel yang berlaku adalah memang produk dari peradaban sekuler abad ke-20. Tetapi aku juga tidak bisa mengganggap bahwa budaya hotel dari kosmos industri dan kapitalisme sekuler ini tidak memiliki sentuhan religius. Karena hampir selalu biss kujumpai The Holly Bible di laci meja kamar-¬kamarnya.

Harus kita akui juga bahwa ada hotel-hotel yang menyediakan kitab Al-Quran serta tulisan petunjuk kiblat di atap kamar. Bahkan, kini sudah pula berdiri beberapa hotel yang segala sesuatunya dirancang untuk suatu mekanisme kehidupan yang Islami. Segala sesuatu dalam kebudayaan umat manusia
memang terus berkembang ke berbagai arah. Semuanya sedang terus melakukan tawar menawar dengan ragam dengan ragam nilai-nilai.

Diatas semua itu aku tetap bersyukur. Meskipun di berbagai hotel berbintang, Engkau jumpai mushala hanya bersifat darurat di pojok-pojok, basement, bahkan ruang-ruang bawah tanah dimana kalau kita shalat di atas terdapat slang-slang AC bersilang-silang, sehingga terasa Allah sebegitu dimarjinalkan-kuanjurkan Engkau tetap bersyukur. Karena hikmah, karamah, dan maslahah disediakan oleh-NYa disegala macam tempat...".
* dari berbagai sumber

No comments: