Friday, 19 March 2010

SEJARAH CINERE

Cinere adalah sebuah kelurahan yang terletak di kecamatan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat, Indonesia. Kelurahan ini terkenal akan kommpleks-kompleksnya, yang asri dan hijau. Wilayah ini juga terkenal akan kemacetanya yang luar biasa, karena kondisi Jalan Cinere Raya yang rusak berat.

Dulu di Cinere ada sebuah Bioskop Dinasty diperempatan jalan Jakarta, tapi sekarang (tahun 2010) beralih fungsi menjadi sebuah supermarket grup Ramayana Robinson. Tapi yang membuat kita kesal saat melewatinya adalah jalan Jakarta yang menyempit, KALAU MASIH ADA TUKANG BUAH JUALAN DITENGAH JALAN. Memang seh tidak ditengah Jalan tapi, posisi yang tidak strategis dan agak mengambil jalan badan membuat jalan tersebut selalu menjadi pusat kemacetan.

Lahan Tol Cinere-Jagorawi Bakal Dikonsinyasi

Sisa lahan untuk pembangunan jalur tol Cinere-Jagorawi yang belum dibebaskan akan diselesaikan lewat jalur konsinyasi. "Sekarang sedang menuju proses konsinyasi," kata Kepala Subdirektorat Pengadaan Lahan Kementerian Pekerjaan Umum Wijaya Seta di Jakarta, Rabu (17/3).

Sebetulnya pihak Panitia Pengadaan Tanah (P2T) sudah menerbitkan surat keputusan terkait harga tanah yang akan diambil alih. Masyarakat yang enggan melepaskan tanahnya juga sudah mendapat pemberitahuan. "Kalau mereka tetap tidak mau, langkah selanjutnya akan diterbitkan SK walikota untuk dilakukan konsinyasi," ujar Wijaya.

Jika jalan konsinyasi ditempuh, artinya pemerintah akan tetap mengambil alih lahan untuk pembangunan jalan tol dan warga yang tanahnya diambil akan mendapatkan ganti rugi melalui pengadilan. Jalur Cinere-Jagorawi terdiri dari tiga seksi yaitu seksi pertama Jagorawi-Jalan Raya Bogor, Seksi dua Jalan Raya Bogor-Kukusan dan seksi ketiga dari Kukusan sampai Limo di Cinere.

Pembebasan lahan untuk seksi satu sepanjang 3,7 kilometer sudah mencapai 96,68 persen. Total di seksi satu terdapat 1037 bidang tanah yang harus mendapatkan ganti rugi untuk pembangunan jalur tol ini. Saat ini tersisa 55 bidang tanah yang belum dibebaskan karena pemilik tanah menolak melepas.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Nurdin Manurung mengatakan selama proses pembebasan lahan tidak selesai 100 persen, bank tidak akan mengucurkan pembiayaan untuk investor. Sehingga proses konstruksi tidak bisa dimulai. "Kalau tanah sudah diserahkan baru proses konstruksi bisa dimulai. Tapi pembangunan tidak bisa jalan kalau bank tidak mendukung," katanya.

Untuk membangun jalan tol investor biasanya menyediakan dana awal untuk pembebasan lahan. Sementara dana untuk konstruksi mengandalkan pinjaman dari Bank. Namun bank mensyaratkan pencairan dana bisa dilakukan setelah tanah 100 persen bebas.

Nurdin menjelaskan, investor menyiasati hal ini dengan membagi proses pembangunan ke dalam seksi-seksi sehingga pembangunan dilakukan bertahap. Total panjang ruas ini adalah 14 kilometer dan akan menghubungkan ruas tol Jakarta-Bogor-Ciawi dengan ruas Depok-Antasari.

Warga Tolak Harga Tanah Tol Cinere-Jagorawi

Sejumlah warga Kelurahan Kemiri Muka, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat, menolak penawaran harga tanah yang diajukan Tim Pembebasan Tanah (TPT) Tol Cinere-Jagorawi terkait tidak adanya kajian menyeluruh terhadap lahan warga.

"Sebelum dilakukan penetapan harga tanah seharusnya ada kajian terlebih dahulu, termasuk penetapan harga yang pantas " kata warga RT07/RW12, Kelurahan Kemiri Muka, Kecamatan Beji, Kota Depok Eddy, dalam musyawarah antara TPT dan warga di kebun Belimbing milik H Sidik, JUmat (12/3).

Menurut dia, selama ini TPT tidak pernah melakukan musyawarah tetapi intervensi secara sepihak saja dengan menentukan harga tanah, sehingga warga dirugikan.

"TPT sama sekali tak mendengar keinginan dan masukan dari warga. Apa ini yang dinamakan musyawarah," katanya.

Ia mengharapkan sikap TPT mau mendengarkan keluhan dari warga tentang harga tanah yang pantas diterima oleh warga, sehingga warga dengan sukarela melepas tanahnya untuk pembangunan jalan tol.

"Sebenarnya kami mendukung pembangunan jalan tol tapi harga ganti rugi tanah harus sesuai, jangan jauh dibawah harga pasar," katanya.

"Kalau ganti ruginya kecil tentunya saya menolak," tegasnya.

Herawati, warga RT04/RWO3, secara tegas menolak tanah miliknya dihargai Rp1,8 juta per meter. Sebab, ia beralasan lokasi tanahnya berada tidak jauh dari Jalan Juanda.

Ketua TPT tidak tegas waktu itu pernah mengatakan kalau tanah diseksi II akan dihargai spesial, tapi kenyataanya semua tanah seksi II yang jauh dari Jalan Margonda di samaratakan.

Herawati mencontohkan, TPT memberi harga untuk zona dekat Jalan Margonda seharga Rp8 juta per meter. Maka, kata dia, warga di belakang Jalan Margonda akan menerima jika diberi harga Rp4 juta per meter.

"Saya malah yakin harga Rp3 juta akan diterima warga," jelasnya.

Warga lainnya yang menolak ganti rugi tanah dalam musyawarah tersebut yaitu Gunawan, warga RT07/RW03. Ia mengatakan pihak TPT mau mengubah keputusannya setelah mendengarkan alasan warga.

"Kita mau memenuhi undangan datang ke tempat ini, karena berkeyakinan bahwa pihak TPT mau mendengar masukkan dari warga," ujarnya.

Ia mengatakan jika musyawarah tidak mau lagi mempertimbangkan masukan dari warga, jelas saya menolak menlepas tanah saya untuk pembangunan tol.

"Jangan warga saja yang menjadi korban dalam pembangunan tol," katanya.

Ia menjelaskan keinginan warga hanya satu yakni nilai harga tanah tidak dihargai murah, serta tidak berdasarkan zona. Hanya saja, kata dia, TPT selalu beralasan harga tanah telah ditetapkan tim independen berdasarkan zona.

Penolakan harga tanah juga pernah dilakukan oleh Widi, salah seorang warga RT02/03, Kelurahan Kemirimuka, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat, dengan mendatangi Balaikota.

Ia mengatakan harga tanah dipasaran didaerahnya dijual dengan nilai Rp3 juta. "Saya harap harga tanah bisa diatas Rp1,7 juta," ujarnya.

Menanggapai hal tersebut, Ketua TPT Tol Cijago, Sugandi mengatakan, penetapan harga dilakukan tim independen appraisal berdasarkan zona.

"Mereka telah melakukan kajian mendalam, dengan mempertimbangkan berbagai aspek untuk menentukan harga tanah," katanya.

Menurut dia, bila dalam musyawarah telah terjadi kesepakatan dengan warga, maka pihaknya siap untuk membayar lunas tanpa perantara, asalkan berkas-berkas surat-surat telah lengkap.

1 comment:

Crodim said...

haahaahaaa dasar pak jack.. Selalu tukang buah yang di salahkan.. hhaahahaha