Wednesday, 25 February 2009

SEJARAH INTELEKTUAL INDONESIA


PERBEDAAN YANG SALING MELENGKAPI

Latar belakang pendidikan, budaya, daya serap otak dan pembawaan bakat yang berbeda membuat perbedaan dalam langkah perjuangan seseorang. Tapi perbedaan bukanlah penghalang untuk berhenti berjuang, malah dengan banyaknya perbedaan itu diharapkan bisa saling bersaing secara positif, kreatif dan saling mengisi, untuk sesuatu yang diperjuangkan, Kemerdekaan Indonesia

Dalam pergerakan kemerdekaan, perbedaan visi, misi dan alat perjuangan adalah sah. Ada yang berjuang secara kooperatif (bekerjasama dengan penjajah) dan non kooperatif (tidak bekerjasama dengan penjajah). Seperti pada masa pendudukan Jepang, Soekarno dan Hatta cenderung berkooperatif dengan pemerintah Jepang dengan Organisasi bentukan Jepang Poetra (Poesat Tenaga Rakjat)-nya. Tapi belakangan Poetra dibubarkan karena Soekarno dan Hatta menggunakan Poetra untuk kepentingan nasionalisme Indonesia daripada untuk kepentingan Jepang. Dan Tan Malaka serta Sjahrir yang saat itu masih lebih muda dari Soekarno dan Hatta lebih memilih untuk bersikap non kooperatif, sebab prinsip Sjahrir sangat jelas dalam menetang Fasisme, hal itu tercermin dari bukunya, Perjuangan Kita. Dia sangat menentang pemerintahan totaliter yang menindas hak-hak demokratis masyarakat sipil.

Kemudian ketika kemerdekaan Indonesia sudah tercapai, dimulai lah perjuangan mengisi kemerdekaan. Soekarno jadi presiden, Hatta wakil presiden, Sjahrir menjadi Perdana Menteri, dan Tan Malaka tetap seperti dulu bergerak di bawah tanah, sebagai penyuport dan pengawas kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan yang sah saat itu. Tak jarang Tan Malaka bersitegang dengan Perdana Menteri Sjahrir dalam visi kebijakan pemerintahan. Walau keduanya memperjuangkan masyarakat sosialistis, tapi Sjahrir lebih suka bergerak lambat dan gradual, sedangkan Tan Malaka bersifat revolusioner seperti halnya Soekarno pada zaman revolusi.

Pada awal pergerakan perbedaan Soekarno dan Hatta terlihat dalam rekrutmen massa. Kalau Soekarno dengan orasinya yang membakar semangat, sedangkan Hatta lebih suka rekrutmen kaderisasi, dimana mengajarkan pada setiap kader perjuangannya dengan pendidikan secara bertahap, bukan pengerahan massa dalam suatu mimbar terbuka atau di lapangan terbuka luas. Lain lagi dengan Tan Malaka yang gerakannya tidak kelihatan, tapi pengaruh pikirannya begitu kuat, terutama oleh pejuang pergerakan yang berhaluan kiri.

Ketika Indonesia mulai mencetuskan Revolusi di bawah kepemimpinan Soekarno, mulai muncullah friksi-friksi perpedaan pandangan tokoh-tokoh nasional Indonesia. Apalagi ketika Soekarno mengangkat dirinya sebagai Prsiden seumur hidup dan mempraktekkan Demokrasi Terpimpin. Karena tidak sependapat lagi dengan Soekarno, Hatta pun mengundurkan diri.

Apabila ditelusuri, Dwi-Tunggal yang serasi bukanlah Soekarno-Hatta tapi adalah Hatta-Sjahrir, sebab keduanya dalam perjuangannya selalu mengindahkan rakyat jelata tanpa mengorbankannya dengan sia-sia, bergerak bertahap, itulah ciri sosialisme demokratis yang humanis, bukan pergerakan revolusioner yang banyak menumpahkan darah dan air mata, seperti ang diperjuangkan Soekarno-Tan Malaka.

Depok, 9 Februari 2009

No comments: