Tuesday, 3 June 2008

PEMBANTAIAN UMAT MANUSIA

Ketika Alam Semesta sudah tercipta, manusia terbentuk melalui tangan Tuhan sendiri dengan hukum kausal serta norma-norma telah melekat di dalamnya. Tuhan pun menurunkan kebaikan ke muka bumi dan juga temannya, kejahatan. Segala sesuatu diciptakan Tuhan dengan sebab, akibat dan dua kemungkinan yang saling bertolak belakang. Tapi yang jelas perbedaan itu diciptakan bukan untuk saling menghilangkan salah satunya. Perbedaan itu dibuat untuk saling mengisi dan melengkapi. Agar hidup lebih berwarna, daripada sekedar basa-basi, hitam dan putih. Dalam kamus filsafat, inilah yang disebut dialektika abadi untuk kesempurnaan hidup yang lebih baik.
Akan terkesan naïf dan picik apabila kita terlalu asyik mengagungkan kebaikan dan menistakan kejahatan. Yang bijak bersikap terhadap keduannya adalah keseimbangan. Dimana kita berlaku adil, toh keduanya bermanfaat bagi kehidupan kita sehari-hari. Belajar memahami keduanya merupakan pilihan cerdas agar hidup lebih bermakna. Bagaimana kita bisa mengetahui yang jahat, kalau kita tidak mengetahui apa itu kebaikan? Begitu pun sebaliknya.
Ketika orang banyak membicarakan masyarakat sipil yang madani, dalam benak dan mimpi banyak orang itu adalah masyarakat yang hidup dengan tenang, teratur, bertata karma, ramah, hukum ditegakkan, keadilan dijunjung tinggi, demokratis, penuh cinta kasih dan jauh dari kekerasan, dendam, pembunuhan, pencekalan, pemerasan, perkosaaan tubuh dan hak asasi manusia. Dan yang lebih penting dari itu semua, jauh dari korupsi, kolusi, nepotisme, arogansi, dan sikap otoriter pemerintahan yang berkuasa. Apakah itu masyarakat Madani? Apakah mungkin dalam sebuah komunitas manusia, kejahatan tidak pernah terjadi? Padahal kita tahu kejahatan bisa saja terjadi dimana-mana, pada masyarakat sipil ataupun masyarakat militer yang otoriter.
Dan memang dalam sejarah manusia yang cukup purba, pertentangan masyarakat sipil dan militer telah terjadi ratusan tahun yang lalu di Yunani Kuno. Dimana Athena merupakan lambang masyarakat sipil dan Sparta simbol masyarakat militer. Perang pun tak terelakkan sering terjadi. Darah tumpah ke bumi, manusia sesama manusia saling membunuh. Inikah hakikat kemanusiaan atau rekayasa Maha Agung yang tak terelakkan. Boleh miris hati, tapi harus jeli. Ternyata dibalik peperangan antar umat manusia, tergapailah puncak kreatifitas yang progresif. Ketika masih terjadi perang Dingin antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan Uni Soviet mengalami kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu dan teknologi. Karena tercatat dalam perang itulah proyek ruang angkasa dimulai dan manusia berhasil menginjakkan kakinya di bulan. Ternyata perang tidak selalu berdampak negatif, karena memang segala sesuatu memiliki sebab dan akibat. Baik dan Buruk, positif dan negatif.
Saya tidak ingin mengatakan bahwa sipil lambang kebaikan dan militer simbol kejahatan, Karena baik sipil dan militer sama-sama memiliki kebaikan dan kejahatan. Hanya saja manusia memang selalu mempunyai kecenderungan, mana yang lebih berkembang, kebaikankah? Atau kejahatan?. Inilah yang membedakan manusia dengan Tuhan. Tuhan tidak memiliki kecenderungan, karena Tuhan Maha Adil dan Maha Seimbang. Dengan kekuasaannyalah Tuhan bisa menggenggam kejahatan dan kebaikan dengan netral. Dia bisa menciptakan malaikat yang baik dan patuh karena dia Sumber Kebaikan. Dia bisa menciptakan iblis yang jahat karena Dia sumber kejahatan. Dia bisa menciptakan surga yang damai karena Dia memang sumber kedamaian. Dia bisa menciptakan neraka yang keras dan kejam, karena Dia memang sumber kekerasan dan kekejaman. Kebaikan dan kejahatan berasal dari Rahim yang sama, Tuhan Semesta Alam.
Sejarah kekerasan terhadap umat manusia telah berlangsung lama. Dari sejak zaman Pra Homosapiens dengan hukum rimbanya. Pembunuhan Habil oleh Qabil, musnahnya umat manusia karena air bah di zaman nabi Nuh. Sebagian mati, sebagian lagi terselamatkan. Dan kalau dilihat pola kekerasan dan pembantaian umat manusia di zaman para nabi, Tuhan seakan tak pernah bosan untuk terus membantai umat manusia yang lalai dari seruan kebaikannya. Baik dengan gejala Alam, gunung meletus, gempa bumi, banjir, wabah penyakit, ataupun dendam peperangan. Dan pada umat yang bertakwa dan mengikuti seruan Nabi Allah, mereka diselamatkan dan ditugaskan menyebarkan agama Allah di muka bumi. Lalu apabila mulai menyimpang lagi, terus dibantai lagi, seperti perjalanan sejarah bangsa Israel. Seakan-akan kita bisa menyimpulkan sendiri. Bahwa hanya generasi terbaik dan bertakwa saja yang akan selalu dibela Allah. Tapi jangan salah dan menyimpulkan terlalu gegabah, bahwa kebaikan akan menang dan kejahatan akan musnah. Ini terlalu mengada-ada, sebab jika kejahatan musnah, kebaikan pun akan hilang, begitu sebaliknya. Keduanya akan selalu abadi, mencari sintesis yang lebih baik.
Zaman para nabi telah selesai, tapi pembantaian belum selesai. Dan kekerasan masih saja terjadi, bahkan pada hitungan detik saat ini. Buka mata, buka hati, lihat saja semua media, baik cetak, maupun elektronik, hari kemarin, hari ini dan seterusnya, kejahatan belum sirna dan kebaikan pun masih tetap menghias hari-hari dengan siklus yang silih berganti. Akhirnya, aku hanya ingin mengatakan hargai dan pelajarilah kejahatan, agar kita bisa lebih menghargai kebaikan dan menikmati apa itu kebaikan.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat :
“Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang khalifah di atas muka bumi”, maka malaikat menjawab, “adakah patut Engkau jadikan diatas bumi orang yang berbuat bencana dan menumpahkan darah, sedang kami selalu bertasbih memuji Engkau dan menyucikan Engkau? Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tiada kamu ketahui.” Tuhan memang Sang Maha Rekayasa.
Depok, 4 Juni 2008

No comments: